Monday, October 24, 2016

Sekilas Tentang Kairo




Kalo ditanya tentang kota bersejarah paling tua didunia, kairo adalah salah satu jawabannya. Kota tua ini bak warisan peradapan bangsa-bangsa yang pernah berjaya dalam sejarah. Kairo telah memulai sejarah sejak millenium keempat sebelum masehi. Tepatnya tatkala Fir’aun (Pharaoh) mendirikan kota Menphis, selatan pusat kota sekarang.

Ketika bangsa Yunani Kuno berkuasa, Kota Heliopolis pun dibangun. Namun sayang “Kota Matahari” ini sirna. Dari puing-puingnya bagai ditelan debu gurun untuk selamanya. Supaya terus dikenang, penyebutan Heliopolis masih tetap dinobatkan untuk kawasan mishr al-jadidah saat ini. Sedangkan Babilon adalah nama kota yang dibangun oleh bangsa Persia ketika mereka menancapkan kuku di Mesir.

Seluruh kota yang dibangun pada masa sejarah permulaan dana awal masehi hampir bisa dikatakan telah punah. Yang dapat disaksikan adalah Kota kairo yang dibangun sejak masa Futuh islami abad pertengahan dan Kairo Alaweyad pada masa Muhammad Ali. Karenanya, bangunan Kota Kairo dapat kita klasifikasikan menjadi tiga periode: Periode pertengahan, Muhammad Ali dan kontemporer.

Pembangunan Kairo abad pertengahan dimulai sejak futuh yang dilakukan Amru bin Ash tahun 641 M/ 20H. Panglima Amru mendirikan Kota Islam pertama di Afrika bernama Fusthath. Kota ini terus berkembang sebagai pusat penyebaran Islam di Afrika sampai berakhirnya kekuasaan Bani Umayyah. Manakala Bani Abbasiah berkuasa, Khalifah Abu Abbas Abdullah al-Saffah menunjuk Abdul Malik bin Yazid sebagai Gubernur Mesir. Entah karena alasan politik, Abdul Malik pun membangun Kota Askar sebagai pusat pemerintahan menggantikan Fusthath. Kota Askar ini mulai dibangun tahun 751M/133H.

Dinasti Thoulouniyah berkuasa. Ahmad bin Thouloun membangun ibukota baru pula. Pusat pemerintahan baru ini dibangun tahun 870 M/256 H dengan nama Qathai’. Berdampingan dengan kota Askar, kota ini bertahan sampai Dinasti Ikhsyid.

Boleh jadi sebuah kebanggan kalau setiap penguasa atau dinasti sanggup membangun ibu kotanya sendiri. Tahun 969 M/358 H, Dinasti Fathimiyah berhasil merebut Mesir dan menjadikannya pusat syiah di Afrika. Mungkin karna alasan tadi, Panglima Jauhar al-Shiqili mendirikan ibukota baru yang cukup megah dengan nama al-Qahirah al-Muizziyah. Seluruh penjuru kota dipagari tembok. Di pusat kota dibangun masjid cantik dengan nama Al-Azhar. Dari nama ibukota inilah asal-usul penyebutan kota kairo sampai saat ini. Dalam al-Nujum al-Zahirah dikatakan, pemberian nama tersebut karena munculnya Kaukab al-Qahir (Planet Mars) pada saat pembangunan pertama.

Dua abad Dinasti Fathimiyah berkuasa di Mesir, Shalahuddin al-Ayyubi kemudian berhasil mengakhiri catatan riwayatnya. Sang Panglima pun mendirikan Dinasti Ayyubiyah. Shalahuddin sadar kalau kemeahan penguasa bukan dengan kemampuan membangun kota, tapi dengan kesangupan menjaga persatuan ummat. Akhirnya, Shalahuddin menggabungkan keempat kota yang di bangun pendahulunya sebagai ibukota dinastinya tahun 1176 M/572 H. Kemudian Mamalik berkuasa, kota Kairo semakin bugar dan mempercantik diri hingga Usmaniah.

Bangunan megah kairo abad pertengahan masih bisa kita nikmati sampai saat ini. Setiap dinasti membangun kota dengan arsitektur khas dinastinya. Menjadikan kota Kairo bagaikan museum arsitek islami terbesar di dunia. Keseluruhan bangunan yang dibangun Dinasti islami itu memanjang pada dua jalan utama kota. Jalan al-Muiz yang dimulai dari Bab Zuweyla sebelah selatan, hingga Bab Futuh sebelah utara. Kedua, jalan marsina dan Saleeba yang dimulai dari bundaran (Maidan) Sayyidah Zainab sebelah barat, hingga bundaran benteng (Qal’ah) sebelah timur melewati Masjid Ahmad bin Thouloun.

Era baru kehidupan Mesir dimulai permulaan abad ke-19 M. Muhammad Ali sebagai penguasa Mesir Modern pertama memainkan politik terbuka terhadap budaya Barat. Ternyata tidak hanya corak kehidupan yang berubah, corak barat ikut berimbas pada bangunan dan arsitektur kota. Ketika Khedive Ismail berkuasa selanjutnya, Ia mulai berpikir untuk menjadikan Kairo sebagai kota kosmopolitan di Afrika. Mungkin karna lama hidup di vienna paris, Ia bersikeras menjadikan Mesir sebagai bagian dari Eropa. Pusat pemerintahan dipindahkan dari Qal’ah (Benteng Shalahuddin) ke Istana Abidin. Pusat kota Wasth al-Balad (Dowtown) pun didirikan. Pusat kota baru ini dibangun dengan meniru arsitektur Paris yang jelas kita saksikan sampai sekarang.

Awal abad ke-20 Bendungan Aswan selesai dibangun. Dengan demikian, arus sungai Nil mulai stabil. Pembangunan kawasan pinggiran sungai Nil pun digarap. Garden City dan Zamalek dibangun sebelah barat, Maadi sebelah selatan dan Heliopolis (Mishr al-jadidah) sebelah utara. Keempat kawasan ini punya style Prancis dan Italia. Sedangkan Maadi mengikuti style villa-villa pedalaman Inggris yang asri. Suasana sejuk dan rimbun akrab terasa. Namun berbeda dengan Heliopolis, tempat dimana istana kepresidenan du di bangun. Style arsitektur Eropa tak jauh terasa, namun dipadukan dengan arsitektur islami. Bangunan berkubah bergaya kota Granada menjadi keunikan kawasan ini.
Demikian, kota Kairo abad pertengahan bergaya arsitek islami murni. Sementara kota Alaweyad atau Khedivian hampir sepenuhnya bercorak Eropa.

Akhir abad ke-20, pertumbuhan penduduk semakin meningkat dan industrialisasi-pun kian pesat. Arus urbanisasi tak terelakkan. Jelas pemerintah Mesir pun harus mencari solusi dengan membangun kawasan hunian baru. Kawasan informal ini dimulai dengan pembangunan Nasr City, Muhandiseen sekitarnya, kawasan 6 Oktober pemerintah mulai mengarap pembanunan al-Qahirah al-Jadidah dan memprogramkan penerbitan kawasan kumuh.

Kini, di kawasan Tajammu’ Khamis melewati Zahra telah dibangun pemukiman baru dengan corak Eropa. Jika Anda ke Qatameya melewati kawasan ini, Anda seolah akan berada di Kairo Baru. Berbagai pusat perbelanjaan dan bangunan meah lainnya turut menhiasi kawasan baru ini, Jangan heran jika Anda merasa seolah bukan di Mesir ketika memasukinya.


No comments:

Post a Comment